Menjaga Kebinekaan Lewat Tahun Persatuan
Suasana Gereja Katolik Santo Agustinus, Paroki Karawaci tampak berbeda pada Minggu pagi kala itu (7/1). Tak seperti beberapa pekan sebelumnya, terlihat seluruh anggota koor pada misa pukul 09.00 mengenakan busana tradisional daerah. Begitu juga dengan sebagian umat yang ikut merayakan Ekaristi saat itu.
Lagu-lagu nasional dinyanyikan sebelum misa dimulai. Banner bergambarkan Bunda Maria nan cantik dan unik. Ada juga banner logo “Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia” yang terpasang di panti imam berselubung kain putih. Tentu saja hal itu membuat sebagian besar umat lainnya sempat terheran-heran. “Ada apakah gerangan?”
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menetapkan 2018 sebagai Tahun Persatuan. Secara serentak upacara pembukaan Tahun Persatuan dilaksanakan di seluruh paroki yang ada dalam wilayah penggembalaan KAJ, termasuk di Paroki Karawaci. Dalam perayaan Ekaristi itu, Surat Gembala Tahun Persatuan dari Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ign. Suharyo, ditayangkan sebagai pengganti homili.
Dalam surat gembala, Bapa Uskup mengajak umat KAJ untuk merawat ingatan bersama dan mengemban tanggung jawab sejarah. Sejarah bangsa Indonesia, menurut keyakinan iman Katolik adalah tempat Allah melaksanakan karya penyelamatan-Nya, tempat di mana Allah hadir dan dapat dijumpai. Bapa Uskup menegaskan juga bahwa salah satu cara menjaga dan merawat ingatan bersama dan mewujudkan tanggung jawab sejarah adalah dengan mengamalkan Pancasila.
Hal itu selaras dengan Arah Dasar (Ardas) KAJ 2016-2020: “Gereja Keuskupan Agung Jakarta sebagai persekutuan dan gerakan umat Allah bercita-cita menjadi pembawa sukacita injili dalam mewujudkan Kerajaan Allah yang Maha Rahim dengan mengamalkan Pancasila demi keselamatan manusia dan keutuhan ciptaan.” Semboyan Ardas KAJ adalah “Amalkan Pancasila”.
Kita bineka
Pada tahun 2016, KAJ mendalami sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan semboyan “Kerahiman Allah Memerdekakan.” Sedangkan pada tahun 2017, KAJ memilih semboyan “Makin Adil–Makin Beradab” untuk mendalami sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.” Selanjutnya, pada tahun ini, umat KAJ diajak untuk mendalami secara khusus sila ketiga “Persatuan Indonesia” dengan semboyan “Kita Bineka–Kita Indonesia”. Semboyan tersebut mengandung berbagai macam gagasan yang seyogyanya diterjemahkan menjadi berbagai gerakan bersama yang memperbarui kehidupan.
Dengan dilakukan secara terus-menerus dan konsisten, maka akan terbentuklah habitus baru, yaitu cara merasa, berpikir, bertindak, serta berperilaku baik. Itu dilakukan baik dalam tataran pribadi maupun bersama, dalam keluarga, komunitas, serta masyarakat yang lebih luas.
Salah satu penanda gerakan “Kita Bineka–Kita Indonesia” adalah gambar Maria Bunda Segala Suku yang sangat khas Indonesia. Gambar ini memperlihatkan Garuda Pancasila di bagian dada, selubung kepala yang berwarna merah dan putih, serta mahkota yang memiliki peta Nusantara. Gambar ini diharapkan dapat membantu devosi kepada Maria Bunda Segala Suku yang akan semakin menyadarkan kita bahwa persaudaraan, kebersamaan, dan persatuan baik di dalam Gereja maupun di dalam masyarakat luas adalah anugerah Tuhan.
Nilai-nilai persaudaraan diharapkan terus-menerus dirapalkan dalam doa sambil didukung dengan gerakan-gerakan nyata lainnya. Mgr. Suharyo juga mengajak seluruh umat dan lembaga Katolik di wilayah KAJ untuk bersama-sama menyambut tawaran-tawaran itu atau secara kreatif merancang gerakan-gerakan lain dalam rangka menyambut Tahun Persatuan 2018.
Gerakan bersama
Gerakan-gerakan bersama pun dirancang, dimonitor, dan dievaluasi oleh Panitia Penggerak Tahun Persatuan. Pada tingkat Keuskupan, Panitia Penggerak Persatuan meliputi Pusat Pastoral Samadi, Komisi HAAK, Komisi PSE/APP, Komisi Keadilan Perdamaian, Komisi Liturgi, Komisi Pendidikan, Komisi Kepemudaan, Komisi Komsos, dan Tim Karya Pastoral.
Di setiap paroki, Panitia Penggerak Persatuan juga dibentuk dengan melibatkan seksi-seksi yang berada di bawah komisi-komisi terkait. Ruang Lingkup Panitia Penggerak Tahun Persatuan di tingkat paroki/komunitas kategorial:
1. Mendata program karya paroki (seksi, komunitas, paguyuban, lingkungan) yang selaras dengan arah gerakan pastoral evangelisasi Tahun Persatuan.
2. Mengawal, mendukung, dan mengevaluasi terlaksananya program-program tersebut.
3. Merancang, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi program khas penenda Tahun Persatuan pada tingkat paroki atau pada tingkat komunitas.
4. Menjadi jembatan penghubung dengan Panitia Penggerak Tahun Persatuan tingkat Keuskupan.
Sepanjang 2018, umat akan didorong melakukan gerakan-gerakan konkret dan praktis dalam hidup sehari-hari. Ini diharapkan dapat menjadi habitus baru yang transformatif. Gerakan yang dimaksud adalah:
1. Kunjungan tetangga yang sakit atau berduka
2. Tatakrama sosial (ramah dan menyapa)
3. Kejujuran (Antikorupsi/Anti-nyogok)
4. Berbagi kepada yang berkekurangan (tidak membuang makanan)
5. Penghargaan kepada Asisten Kehidupan Sosial (petugas kebersihan, penjaga rel kereta, satpam, hansip, asisten rumah tangga, dan lain-lain)
6. Karya karitatif kepada yang berkebutuhan khusus/difabel/lansia sakit/anak terlantar, dan lain-lain.
7. Tertib lalu lintas (Etika sosial hidup bersama di jalan raya)
8. Hemat energi dan air (melestarikan sumber daya alam untuk generasi berikutnya)
9. Menjaga kebersihan lingkungan.
[IBRO]