Skip to content

Seputar Liturgi

TIGA cara PARTISIPASI UMAT BERIMAN DALAM MISA

Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium (SC) telah meletakkan dasar untuk melakukan suatu pembaruan liturgi secara menyeluruh atas tata perayaan ekaristi hingga saat ini. Pembaruan yang sangat nyata secara khusus berkaitan dengan partisipasi umat dalam misa. SC 14 menegaskan agar semua umat beriman dibimbing ke arah keikutsertaan yang sepenuhnya, sadar dan aktif dalam perayaan-perayaan liturgi. Oleh karena itu, tata perayaan ekaristi perlu ditinjau kembali supaya para pelayan dan umat beriman lainnya dapat berpartisipasi dalam perayaan itu menurut tugas dan perannya masing-masing, serta dapat memetik buah-hasil ekaristi sepenuh-penuhnya. Partisipasi umat beriman tersebut sudah sesuai dengan perintah yang diwariskan oleh Kristus pada saat menetapkan kurban ekaristi yakni Tubuh dan Darah-Nya. Dia mempercayakan misteri ilahi itu kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, sebagai kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya: “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” (bdk. PUMR 17 dan SC 28).

Kehadiran dan partisipasi aktif umat beriman mengungkapkan dengan lebih jelas bahwa pada hakikatnya perayaan Ekaristi adalah perayaan umat. Maka, partisipasi umat beriman dalam perayaan ekaristi dan perayaan liturgi lainnya bukan hanya sebatas kehadiran fisik saja, apalagi kehadiran pasif, melainkan merupakan keikutsertaan penuh khidmat dan aktif yakni berpartisipasi dengan jiwa dan raganya, serta dikobarkan dengan iman, harapan, dan kasih. Partisipasi yang demikian berasal dari imamat umum kaum beriman, yang bersama dengan imamat jabatan menurut caranya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus. Kristus dan Gerejalah yang menyelenggarakan perayaan Ekaristi; di dalamnya imam memenuhi tugas utamanya dan selalu bertindak demi keselamatan umat (bdk. PUMR 18-19, SC 48, dan LG 10). Istilah “partisipasi” merupakan kata benda yang berasal dari bahasa latin yakni participatio, sedangkan kata kerjanya adalah participare yang dibentuk dari kata partem = bagian, dan capere = mengambil. Jadi, participare berarti mengambil bagian. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tiga cara umat beriman mengambil bagian dalam misa yang mereka ikuti: participatio actuosa corpore, participatio actuosa mente, dan participatio actuosa corde. 

Participatio actuosa corpore

Cara partisipasi yang pertama adalah participatio actuosa corpore atau partisipasi aktif dengan tubuh, artinya partisipasi umat beriman diungkapkan melalui tata gerak dan sikap tubuh selama misa berlangsung. PUMR 42 menegaskan bahwa ada tiga maksud dan tujuan agar para pelayan liturgi dan umat beriman melaksanakan tata gerak dan sikap tubuh sedemikian rupa. Yang pertama, agar seluruh perayaan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun; yang kedua, agar makna aneka bagian perayaan dipahami secara tepat dan penuh; dan yang ketiga, agar partisipasi seluruh umat ditingkatkan. Dengan demikian, ketentuan hukum liturgi dan tradisi ritus romawi serta kesejahteraan rohani umat Allah harus lebih diutamakan daripada selera pribadi dan pilihan yang serampangan. Perlu diingat bahwa sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh umat yang berhimpun untuk merayakan liturgi kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula.

Selain itu, umat beriman dapat pula berpartisipasi melalui berbagai aklamasi, jawaban-jawaban terhadap salam dan doa-doa imam, mazmur tanggapan, nyanyian-nyanyian ordinarium dan proprium, waktu hening dan berbagai rubrik lain untuk umat. Bagian-bagian perayaan ekaristi seperti pernyataan tobat, madah kemuliaan, syahadat, doa umat, dan doa Bapa Kami juga merupakan bagian yang dibawakan oleh seluruh umat (bdk. PUMR 35-36, RS 39). Di samping itu, umat beriman bisa juga ikut terlibat dalam berbagai tugas pelayanan liturgi seperti tugas sebagai misdinar dan lektor, pemazmur, solis dan koor, pelayan komuni dan lain-lain. Yang perlu dihindari adalah tindakan “klerikalisasi” awam dalam bidang-bidang liturgi dan sebaliknya para pelayan tertahbis malah melaksanakan bagian yang khas dari hidup dan kegiatan kaum awam. Sedapat mungkin dihindari tindakan awamisasi para klerus (bdk. RS 43 dan 45). Meskipun perayaan liturgi menuntut partisipasi aktif semua umat beriman, tetapi itu bukan berarti bahwa seolah-olah setiap orang wajib melaksanakan tugas khusus dalam perayaan liturgi. Sebab peran sebagai “umat biasa” yang terlibat dalam seluruh perayaan secara sadar dan aktif, sesungguhnya sudah merupakan partisipasi yang penuh juga (bdk. RS 40).

Participatio actuosa mente

Cara partisipasi yang kedua adalah participatio actuosa mente atau partisipasi aktif dengan pikiran, artinya umat beriman memusatkan pikiran dengan sebaik-baiknya pada perayaan ekaristi yang sedang berlangsung. Tidak sedikit umat yang hadir dan mengikuti misa dengan rubrik-rubrik yang ada tetapi pada saat yang sama sering tidak sadar karena pikiran mereka tidak sejalan dengan apa yang sedang mereka alami dalam misa. Dengan kata lain, umat beriman yang hadir secara fisik dalam misa tetapi sayangnya budi dan pikiran mereka sama sekali tidak hadir di saat dan tempat yang sama. Tubuh mereka ada untuk misa tetapi pikiran mereka ada di tempat lain. Itu sebabnya, kalau partisipasi aktif dengan tubuh lebih mengandalkan aspek luaran atau dimensi eksterior, maka partisipasi aktif umat beriman dengan pikiran lebih bersifat interior. Disposisi batin dan pikiran umat biasanya menentukan seberapa dalamnya pemahaman dan pemaknaan setiap bagian misa yang kita rayakan. 

Participatio actuosa corde

Cara partisipasi yang ketiga adalah participatio actuosa corde atau partisipasi aktif dengan hati, artinya umat beriman mengalami misa yang berlangsung dengan penghayatan yang baik dan disposisi hati yang tepat pula. Pada tahap ini, umat beriman tidak sekadar menggunakan tubuh dan pikiran tetapi juga mengarahkan hati kepada Tuhan. Umat beriman menyadari bahwa misa bukanlah hanya milik umat saja melainkan milik Allah sebagai perayaan yang diteruskan oleh Gereja-Nya. Partisipasi ini mensyaratkan relasi yang sungguh baik dan intim antar umat beriman dengan Tuhan sendiri. Umat beriman diajak untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. Dengan kata-kata sursum corda, umat diajak untuk mengangkat dan mengarahkan hati serta budi kepada Tuhan. Kita diajak untuk bangkit dan mengarahkan hati kita “ke atas” tempat di mana Tuhan bertakhta. Dengan kata-kata “sudah kami arahkan”, umat beriman mau dan siap sedia mengarahkan hati menuju kebangkitan Kristus: suatu kemenangan atas maut yang disambut dengan sukacita surgawi.

Demikianlah tiga cara partisipasi aktif umat beriman dijelaskan secara singkat. Semoga dengan partisipasi aktif yang dilakukan dengan sepenuh hati, kita dapat mengalami peristiwa keselamatan Tuhan melalui misa yang kita rayakan. Pertanyaan untuk kita dalam situasi new normal ini adalah “bagaimana partisipasi umat beriman yang hanya mengikuti misa secara online?”. Partisipasi umat beriman yang hadir secara langsung maupun mengikuti secara live streaming sama saja yakni partisipasi aktif dengan tubuh, pikiran, dan hati. Melalui ketiga partisipasi aktif tersebut, umat sedapat mungkin mengikuti misa dari rumah sama seperti pada saat mereka mengikuti misa di gereja. Akan tetapi PUMR 13 menegaskan agar umat beriman berpartisipasi dalam misa dengan lebih sempurna dan “tidak hanya berkomuni secara rohani, tetapi juga secara sakramental”; agar sesudah imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan, umat beriman pun hendaknya ikut menyambut dari kurban yang sama.

RP. Riston Situmorang OSC

Dosen Liturgi Fakultas Filsafat UNPAR